
NUNUKAN – Bukan hanya di laut Malaysia bertingkah. Di daratan pun, Malaysia melakukan klaim atas wilayah Indonesia, khususnya di Pulau Sebatik. Wilayah daratan RI yang diklaim Malaysia sebagai milik mereka di Pulau Sebatik tepatnya berada di RT 11, Sei Melayu Dusun Pancang Kecamatan Sebatik Induk.
Klaim itu dibuktikan dengan adanya surat resmi yang pernah dilayangkan Kementrian Luar Negeri Malaysia kepada Indonesia melalui KBRI di Kuala Lumpur. Informasi itu kemudian sampai ke instansi pemeritah maupun jajaran pemerintahan di Kecamatan Sebatik.
Dua titik pada wilayah daratan yang di klaim Malaysia sebagai milik mereka, masing-masing yang berada di bagian barat berdekatan dengan patok I, dimulai dari garis latitude 4 derajat 10’00.1”N dan longitude 117 derajat 53’23.4”E sampai latitude 4 derajat 10’04.1”N dan longitude 117 derajat 53’23.5”E. Ini berarti Malaysia mengklaim 48 meter di wilayah daratan tersebut adalah milik mereka.
Titik lainnya, 66,2 meter berada di bagian timur titik pertama yang dimulai dari garis latitude 4 derajat 10’00.1”N dan longitude 117 derajat 53’23.5”E sampai latitude 4 derajat 10’04.1”N dan longitude 117 derajat 53’25.6”E. Akibat klaim ini, berarti 84,4 meter lahan pertanian yang selama ini digarap masyarakat Indonesia juga diakui Malaysia milik mereka.
Karenanya, tanpa sungkan Malaysia meminta Indonesia membongkar akses jalan semenisasi yang telah dibangun pemerintah Indonesia di atas wilayah yang diklaim Malaysia tersebut. Alasannya, dari sepanjang 303 meter akses jalan semenisasi dibangun pemerintah pada tahun 2002 di tengah lahan persawahan guna memudahkan transportasi angkutan petani tersebut, sepanjang 84 meter diantaranya berada di daratan Malaysia.
Salah seorang warga sekaligus tokoh masyarakat di Sei Melayu, Hambali, membenarkan komplain perbatasan oleh Malaysia di atas lahan pertanian warga. “Itulah yang membuat kami warga setempat saat ini resah,” kata Hambali. Bagaimana tidak, menurut dia, lahan pertanian yang telah digarap turun temurun selama lebih kurang 30 tahun oleh warga sekitar tersebut, tiba-tiba diakui Malaysia sebagai milik mereka.
“Masyarakat sangat berharap pemerintah secepatnya menuntaskan masalah perbatasan di Sei Melayu ini, agar Malaysia tidak semaunya mengklaim batas wilayah negara yang berakibat merugikan masyarakat,” pintanya.
Menurut Hambali, jika pemerintah tidak memberikan perhatian serius dan akhirnya Malaysia berhasil terhadap klaim yang dilakukan, maka para petani dikawasan ini akan kehilangan hampir 290 hektare lahan sawah dan kebun yang menjadi gantungan hidup masyarakat setempat selama ini. (ade)