
*Di depan Warga Tionghoa
JAKARTA – Calon wakil presiden yang diusung PDIP dan Gerindra, Prabowo Subianto meluangkan waktu untuk menemui warga keturunan Tionghoa. Dalam sebuah acara yang digelar di Restoran Nelayan, kawasan Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (13/6) siang, mantan Danjen Kopassus itu memberikan klarifikasinya terkait huru-hara Mei 1998 yang banyak menimbulkan trauma di kalangan warga Tionghoa.
Dalam acara yang digelar oleh Forum Demokrasi Kebangsaan (Fordeka) dan dihadiri berbagai unsur masyarakat Tionghoa tersebut, Prabowo berpidato selama kurang lebih dua jam. Mengenakan kemeja batik yang didominasi motif bergambar warna merah, Prabowo dengan pidato yang berapi-api tidak hanya memberikan klarifikasi soal kerusuhan Mei, tetapi juga membeberkan tentang penculikan mahasiswa serta memaparkan program ekonomi kerakyatan yang diusungnya.
Dalam sesi tanya jawab, Anton, seorang ketua LSM pemuda Tionghoa menanyakan soal tuduhan yang dialamatkan ke Prabowo sebagai pemberi perintah penculikan dan dalang di belakang huru-hara Mei 1998.
Menanggapi hal itu Prabowo mengatakan, pertanyaan dan isu soal itu selalu saja muncul. Soal penculikan, Prabowo minta masyarakat memahami posisinya sebagai Pangkostrad. ”Soal penculikan itu ada beberapa hal yang perlu dipahami terlebih dahulu. Saya waktu itu adalah tentara professional dan seorang Pangkostrad, mohon ini dipahami. Posisi saya waktu itu masih punya atasan,” ujar Prabowo.
Memang, kata pendamping Megawati itu, paska huru-hara Mei terjadi pergantian pemegang kekuasaan. “Apa yang oleh satu pemerintahan disebut sebagai penahanan, oleh pemerintahan selanjutnya bisa diartikan sebagai penculikan," ulasnya.
Meski penculikan bukanlah perintahnya, namun Prabowo sebagai Pangkostrad siap melaksanakan seluruh tanggung jawab yang disandangnya.. Tak lupa, di depan warga Tionghoa, Prabowo juga menyampaikan permintaan maaf. “Saya juga minta maaf," sambungnya.
Soal kudeta Prabowo mengatakan, dirinya selalu saja dituduh dalang kerusuhan dan berniat melaksanakan kudeta. “Faktanya, apakah saya melakukan itu” Kalau sudah membakar dan menembak dan selangkah lagi saya jadi pemimpin. Tetapi saya tidak lakukan, justru saya menerima semua keputusan,” tandasnya.
Prabowo juga menyinggung soal kerusuhan Mei 1998. Putra begawan ekonomi Profesor Sumitro Djojohadikusumo ini mengatakan bahwa dalam setiap krisis politik memang selalu ada korban. Dalam kasus tersebut, Prabowo juga mengaku menjadi salah satu korban.
“Saat itu memang krisis politik, selalu memakan korban. Saya antara lain sudah menjadi korban dan saya sudah menjalani semua keputusan. Saya sudah mempertanggungjawabkan di Mahmil (Mahkamah Militer) dan dipanggil DPR. Semua sudah saya tebus. Sebagai seorang prajurit saya saya siap melaksanakan keputusan apapun,” tandas mantan menantu almarhum Soeharto ini. Selain memberikan klarifikasi, Prabowo juga memaparkan soal visi ekonomi kerakyatan yang selalu disuarakannya. Prabowo juga menyinggung tentang keragaman etnis di Indonesia. (ara)