
Tumbang 0-1
dari Persitara
PALEMBANG - Sriwijaya FC bukan tim medioker yang lemah. Sriwijaya FC adalah tim peraih double winner musim lalu. Gelar ganda yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah sepakbola Indonesia. Dan keperkasaan Sriwijaya FC (dulu!) diakui lawan-lawannya.
Namun melihat lima laga terakhir di Indonesia Super League (ISL), Sriwijaya FC sangat tidak layak sebagai pemegang ’mahkota’ Double winner. Lihat saja, empat kali main di Jakabaring, pasukan H. Rahmad Darmawan ini loyo. Hanya menang tipis 1-0 atas Deltras Sidoarjo (23/3), imbang 0-0 dari PSM Makassar (26/3), kemudian dua kali imbang dengan skor sama, 2-2 dari Persiba (25/4) dan dari PKT (28/4).
Bagaimana di laga away? Sangat menyedihkan. Kalah 2-3 dari Persib Bandung (17/4) dan tadi malam kalah 0-1 dari Persitara. Padahal, meski berstatus away, pertandingan dilangsungkan di tempat netral. Yakni di Stadion Surajaya, lamongan, Jatim.
Hasil buruk ini jelas membuat manajer Sriwijaya FC Dr. H. Baryadi dan pelatih H. Rahmad Darmawan (RD) prihatin. Duet Baryadi-RD yang musim lalu berhasil merengkuh double Winner saat menjadi komando si Sriwijaya FC ini juga bingung dengan kondisi timnya.
”Hasil beberapa laga terakhir jelas membuak kami (Baryadi dan RD, Red) prihatin dan bingung. Tapi yang jelas, hasil pertandingan bukan semata-mata ditentukan oleh perjuangan pemain selama 90 menit di lapangan. Tapi banyak faktor lain yang menjadi penentu sebuah pertandingan,” urai Baryadi, tadi malam.
Sementara RD, meski tampak mendongkol dengan kondisi timnya saat ini juga masih bijak menanggapi hasil timnya di lapangan. ”Pemain sudah maksimal. Saya sebagai pelatih juga sudah menerapkan strategi yang cocok. Tapi hasilnya mereka (Persitara, Red) yang menang,” tambah RD.
Namun dari starting eleven tadi malam, tampak kalau RD sedang menghadapi masalah yang pelik. Memainkan susunan pemain yang tak biasa, juga menjadi indikasi bahwa RD sedang dalam kesulitan. Artinya bisa jadi RD tak melihat semangat yang menyala-nyala dari ke-22 pemain yang dibawanya ke Lamongan.
Sehingga RD untuk pertama kalinya menempatkan Mauly Lessy di gelandang bertahan bersama Wijay. Ini juga hal yang bisa dibaca bahwa RD sudah melihat timnya sulit menang jika bermain menyerang seperti biasanya. Yang dilakukan adalah mencoba meredam permainan lawan yang sejatinya masih berada di bawah level Sriwijaya FC.
Menghadapi tim sekelas Persitara, memainkan tujuh pemain dengan tipikal bertahan adalah hal yang luar biasa. Bisa dikatakan ini sebagai realisasi dari kekhawatiran RD bahwa timnnya tak lagi punya gairah. Sehingga pola agresif 4-4-2 yang menjadi pakem RD terpaksa dimainkan oleh 70 persen pemain bertahan. Ataukah ini jawaban dari rencana manajemen menggusur 70 persen pemainnya?
Dari 11 pemain yang diturunkan sebagai starter, RD hanya memasang tiga pemain dengan tipikal menyerang. Yakni Keith Gumbs, Budi Sudarsono, dan Zah Rahan Krangar. Lainnya adalah pemain bertahan. Selain empat bek, ada Lessy, Nasuha, dan Wijay.
Dan ternyata benar. Selama babak pertama, praktis permainan dalam kendali Persitara. Beberapa kali gawang Ferry Rutinsulu terancam. Beruntung, meski kondisinya tidak 100 persen fit, penampilan Ferry harus diakui lebih baik dari kiper lainnya. Juga secara mental, keberadaabn Ferry mampu menyeimbangkan tim.
Tetapi di babak kedua, akhirnya striker Persitara Rahmat Rifai berhasil memperdaya Fery dan Charis untuk membawa timnya unggul 1-0. (har)