
*Demokrat kaget sikap sepihak Golkar
JAKARTA - Partai Golkar akhirnya memutuskan komunikasi politik dengan Partai Demokrat. Keputusan ini sekaligus menjadi sinyalemen peluang pemerintahan SBY-JK berlanjut sudah tertutup. Hal ini menjadi salah satu poin kesepakatan yang lahir dalam Rapat Harian Pengurus DPP Golkar di Kantor Golkar, Slipi, Rabu (22/4).
"Partai kami menyimpulkan bahwa komunikasi yang dibangun dengan Demokrat sudah tidak bisa menemukan titik temu," tegas Sekjen DPP Golkar Sumarsono, saat menggelar jumpa pers di DPP Golkar. Sebelumnya, Golkar memang memprioritaskan membangun koalisi dengan Demokrat pada pemerintahan mendatang. Hanya saja, dalam koalisi yang hendak dibangun kedua pihak, tidak ditemukan kecocokan.
Golkar menolak permintaan Demokrat agar Golkar mengajukan lebih dari satu cawapres. Alasannya, bertentangan dengan hasil Rapimnas 2008. Golkar pun menilai sikap Demokrat sebagai bentuk pendiktean. Sikap Golkar mengakhiri komunikasi dengan Demokrat membuka peluang Golkar untuk mengusung JK maju sebagai capres. Hanya saja, Sumarsono memastikan semuanya baru akan diputuskan dalam Rapimnasus 23 April di Hotel Borobudur, Jakarta.
Sementara itu pertemuan tim negosiasi antara DPP Partai Demokrat dan DPP Partai Golkar terancam deadlock. Golkar menilai Partai Demokrat dan SBY mendikte syarat dan konsesi koalisi yang seharusnya dibicarakan bersama dua pihak yang akan bekerjasama.
"(Pemaksaan syarat koalisi itu) ya nggak bisa. Masak orang lain mau mengatur kita," ujar Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Iskandar Mandji usai rapat pengurus harian DPP Partai Golkar di Posko Slipi II, Jalan Ki Mangunsarkoro, Jakarta Pusat, tadi malam (21/4).
Sebelumnya beredar kabar tim negosiasi kedua partai sejak siang kemarin hingga tengah malam bertemu membahas syarat-syarat koalisi. Pertemuan digelar di Hotel Four Seasons di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, Partai Demokrat memaksa Golkar mengajukan tiga nama calon wakil presiden yang disepakati dalam Rapimnasus pada SBY. Nantinya, SBY akan memilih satu dari tiga nama tersebut, atau malah tidak memilih salah satunya dan memilih calon wakil presiden yang ditawarkan partai pendukung koalisi lainnya. Golkar menilai syarat itu pendiktean terhadap independensi partai politik.
"Kalau memang mau berkoalisi harus take and give. Kalau mereka yang menentukan kita, bagaimana caranya," sergah Iskandar Mandji. Golkar, kata dia, tidak berupaya melakukan fait a compli terhadap Demokrat dan SBY dengan memaksakan pengajuan satu calon wakil presiden. Golkar menghendaki kedua belah pihak secara intens bertemu untuk membahas tentang siapa calon wakil presiden yang dikehendaki kubu Demokrat. "Jadi tidak boleh ada yang mendikte," paparnya.
Iskandar menegaskan, konsep koalisi seharusnya tidak diposisikan satu pihak bisa menolak atau menerima pihak lain, melainkan dalam posisi setara membicarakan segala kondisi kerjasama di masa mendatang. Golkar, kata dia, menghendaki koalisi harus menguntungkan dua pihak, bukan seperti bertepuk sebelah tangan.
Meski belum disepakati dalam Rapimnasus, Iskandar mengakui, DPP Partai Golkar memang cenderung mengajukan satu nama calon wakil presiden pendamping SBY, yakni Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla. Namun, Golkar menilai SBY telah menolak rencana Golkar mengajukan Jusuf Kalla sebelum keputusan Rapimnasus diambil.
Iskandar mengakui, kalau pertemuan negosiasi yang diakuinya sangat pelik berakhir tanpa keputusan (deadlock), Golkar bisa saja membuka peluang mengajukan calon wakil presiden sendiri atau bergabung menghidupkan kembali rencana koalisi Gonden Triangle. "Mungkin saja. Keputusannya bisa malam ini bisa besok," tandasnya.
Sementara itu Partai Demokrat (PD) kaget atas reaksi Partai Golkar. Demokrat tak menduga, penjajakan koalisi dihentikan sepihak di tengah-tengah negosiasi. PD juga menolak dikatakan semena-mena dalam perundingan itu.
"Namun demikian Partai Demokrat tidak menduga bahwa Partai Golkar PG hari ini (kemarin red) menyatakan bahwa telah terjadi kebuntuan dan pembicaraan tentang koalisi Partai Demokrat dan Partai Golkar. Kami juga tidak menduga pada penghentian pembicaraan itu dilakukan secara sepihak," ujar Ketua DPP PD Bidang Politik Anas Urbaningrum.
Demikian ditegaskan Anas dalam jumpa pers di pendopo kediaman pribadi SBY di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/4). Dalam jumpa per situ, Demokrat membantah telah berbuat semena-mena dalam perundingan itu. Bagaimana pun, PD menghormati sikap Golkar.
"Dengan demikian tidak benar kalau ada kesan seolah-olah Partai Demokrat bertindak semena-mena dalam proses pembicaraan koalisi. Namun demikian terhadap pernyataan yang dikeluarkan Partai Golkar tersebut, Partai Demokrat menghormati sepenuhnya. Itu adalah hak politik Partai Golkar, meskipun sekali lagi disayangkan karena itu disampaikan secara sepihak," jelas Anas. (ysd/nwk/gah)