23 April 2009

Jusuf Kalla serang SBY


*Golkar oposisi jika kalah

JAKARTA - Setelah dipastikan bercerai dengan SBY, Jusuf Kalla mulai mengeluarkan komentar kritis pada SBY. Forum Rapat Pimpinan Nasional Khusus Partai Golkar seolah menjadi ajang pembelaan diri Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla.
Di depan peserta Rapimnas, Kalla membeberkan sejumlah penyebab kekalahan Golkar di pemilu legislatif sekaligus mengklarifikasi sejumlah hal yang menyebabkan Partai Demokrat menolaknya menjadi calon wakil presiden pendamping SBY.
Membuka pidatonya, Jusuf Kalla yang mengenakan jas kuning menegaskan dirinya bertanggung jawab penuh atas kegagalan Golkar merealisasi target perolehan suara 25-30 persen di pemilu legislatif. "Saya tidak membela diri di sini. Sebagai ketua umum saya bertanggung jawab penuh pada hasil pemilu secara nasional, dan pengurus daerah bertanggung jawab pada perolehan suara untuk daerah masing-masing," katanya.
Kalla menuturkan, sebagai partai pendukung pemerintah, Golkar telah menjalankan tugas pemerintahan dengan baik. Buktinya, kepuasan masyarakat atas keberhasilan pembangunan lebih tinggi dibanding awal pemerintahan. “Namun, keberhasilan pemerintah tidak bisa dikapitalisasi maksimal oleh Golkar, karena posisi kita bukan partai utama di pemerintahan," katanya.
Selain itu, jumlah partai peserta pemilu yang sangat besar dan penyebaran suara akibat adanya dua kader Golkar yang mendirikan partai politik sendiri menyumbang penurunan suara Golkar.
Kalla juga mengakui kelemahan DPP Partai Golkar mengklaim sejumlah program yang mendapat apresiasi tinggi dari rakyat, seperti pembagian bantuan langsung tunai dan penurunan harga bahan bakar minyak. Kalla mengakui, Golkar tidak ikut mengklaim program-program yang menaikkan suara Partai Demokrat, karena sudah ada kesepakatan di kabinet tidak boleh ada partai anggota koalisi yang berhak mengklaim keberhasilan program-program pemerintah.
"Penyebab lain adalah banyaknya laporan dari daerah-daerah basis tradisional suara Golkar tentang kisruh daftar pemilih tetap, sehingga banyak suara kader Golkar yang hilang," katanya. Karena kekalahan di pemilu legislatif tersebut, Golkar harus realistis menghadapi pemilu presiden dengan menjalin koalisi bersama partai-partai lain. Berdasarkan rapat pengurus harian, kata Kalla, Golkar memprioritaskan kerjasama koalisi dengan Partai Demokrat yang telah bekerjasama di pemerintah lima tahun terakhir.
Namun, tim negosiasi kedua partai yang selama sepekan berunding menemui buntu karena Demokrat meminta Golkar mengajukan lebih dari satu nama calon wakil presiden mendampingi SBY. Secara tidak langsung, Demokrat meminta Golkar tidak lagi mencalonkan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden.
Jusuf Kalla menegaskan, perundingan rencana koalisi dengan Demokrat dihentikan karena Golkar sebagai pemenang tidak ingin merendahkan diri. Golkar berpendapat koalisi di pemerintahan harus sepadan karena siapa pun yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden harus bekerja yang sama beratnya dan memiliki tanggung jawab yang sama besar.
Kalau berkeinginan menjalin koalisi, Partai Golkar harus menentukan sendiri siapa yang mewakili partai di pemerintahan. Bukan pihak lain yang memilih siapa yang akan dipilih, karena ini tanggung jawab partai, bukan pribadi. "Dengan demikian, koalisi bisa sepadan, saling menghargai, dan saling menghormati satu sama lain," tegas Kalla.
Jusuf Kalla menandaskan, Golkar adalah partai besar yang dipercaya puluhan juta orang. Sebagai partai besar, Golkar punya harga diri (marwah) partai sehingga punya pendirian sendiri. "Golkar bukan partai pembeo yang bisa didikte ini-itu," tegasnya.
Jusuf Kalla menandaskan, kader-kader Golkar di pemerintahan telah berbuat yang terbaik. Dia mencontohkan, bantuan langsung tunai yang diklaim sebagai hasil pekerjaan Partai Demokrat dan SBY merupakan hasil pekerjaan Partai Golkar.
"BLT itu kami (Jusuf Kalla) yang konsepkan, Menko Kesra (Aburizal Bakrie-anggota Dewan Penasihat DPP Partai Golkar) yang melaksanakan," tandasnya. Kalla juga membantah bila selama berduet dengan SBY sebagai wapres memposisikan dirinya sebagai co-chairman, yang memiliki wewenang mengambil keputusan sebesar yang dimiliki presiden.
"Tidak ada keputusan pemerintah apa pun yang diambil tanpa keputusan presiden. Wakil presiden memang mengambil keputusan tapi sifatnya teknis. Keputusan wapres tidak akan pernah dilaksanakan bila tidak disetujui presiden," tandasnya.
Selain BLT, Kalla juga mengklaim keberhasilan swasembada pangan dan infrastruktur yang mencorong di era kepemimpinan SBY-JK sebagai hasil pekerjaan kader-kader Golkar. "Saya turun langsung ke lapangan untuk mendorong, memantau, dan memberi arahan agar kita bisa swasembada, dan pembangunan infrastruktur berjalan seperti yang kita rasakan sekarang," tandasnya.
Jusuf Kalla menegaskan, pada pemilu legislatif 2009, perolehan suara Golkar turun sekitar 6 persen dibanding pemilu legislatif 2004. Ini menyebabkan kursi Golkar di DPR turun sekitar sembilan kursi dari 126 kursi yang dikuasai Golkar tahun ini. Karena itu, bila nantinya Golkar kalah di pemilu presiden, Golkar tidak akan ragu bila harus beroposisi. (noe)